Selasa, 05 Januari 2010

Kekerasan dalam Pendidikan

KEKERASAN DALAM PENDIDIKAN
Akhir-akhir ini sering kita jumpai berita tentang kekerasan dalam dunia pendidikan baik di televisi maupun di surat kabar yang dilakukan oleh guru terhadap siswanyaataupun kekerasan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa lain. Hal tersebut sangat memprihatinkan karena karena seharusnya di sekolahlah mereka belajar budi pekerti tersebut. Lembaga-lembaga pendidikan seharusnya mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik yang mempunyai multikecerdasan, baik secara intelektual, emosional, maupun spiritual, serta bias membentuk peserta didik untuk bertindak secara rasional, tidak mudah terprovokasi, serta mampu mengendalikan amarah dan cinta kepada sesama. Namun berbagai jenis kekerasan masih kerap terjadi di lembaga pendidikan, sehingga kualitas sumber daya manusia di negeri ini belum bisa berubah kearah yang lebih baik.
“Secara umum, kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau merugikan orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Kekerasan tidak hanya berbentuk eksploitasi fisik semata …. Dewasa ini, tindakan kekerasan dalam pendidikan sering dikenal dengan istilah bullying”(Jalaludin,2009).
Penyebab seseorang melakukan kekerasan dipengaruhi oleh banyak faktor.
Kosim(2009) mengatakan bahwa “di sekolah misalnya, kekerasan bisa terjadi secara terstruktur dan mengkultur, atau warisan dari pendidikan yang telah diterima seorang guru dari gurunya pada masa lalu, atau bisa terjadi karena senioritas yang sudah biasa terjadi di sekolah tersebut. Kekerasan ini akan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai bentuk pelampiasan dan balas dendam”.
Wigonggo(2009) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut.
Kekerasan bisa jadi sangat dipengaruhi oleh teori pendidikan terdahulu yang tergabung dalam teori behavioristik. Belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrument yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang tergantung pada faktor-faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Lingkungan yang mengondisikan pada kekerasan akan sangat efektif membuat siswa belajar walaupun dalam keadaan terpaksa.

Kosim(2009) menyatakan bahwa tindak kekerasan di sekolah bisa tertanam dalam kepribadian siswa ketika proses belajar mengajar, misalnya kekerasan yang dilakukan oleh guru baik secara fisik maupun melalui kata-kata yang kasar dan menyakitkan, akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian siswa, seperti siswa akan cepat marah dan susah diatur. Demikian pula apabila tindak kekerasan itu dilakukan ketika ayah dan ibu bertengkar dan secara tidak sengaja mengeluarkan kata-kata kasar bahkan melakukan kekerasan fisik. Hal tersebut bisa berpengaruh pada kepribadian anak sehingga anak sulit untuk mendengarkan nasehat serta anak akan berkepribadian keras.
Kekerasan dalam dunia pendidikan bisa diatasi dengan berbagai cara.
Wigonggo(2009) menyatakan pendapatnya sebagai berikut.
Mendidik siswa dengan kekerasan sebaiknya diganti mendidik dengan kesadaran. Anak diajak berpikir bahwa ketika saya membolos, akan ada sanksi. Bukan berupa hukuman fisik melainkan berupa penambahan poin pelanggaran. Apabila jumlah poin pelanggaran sudah memenuhi angka tertentu, siswa akan diberi sanksi mulai dari merawat lingkungan taman sekolah sampai bila perlu diberi sanksi berupa pemberian tugas di rumah dan terakhir sampai pengeluaran siswa dari sekolah. Tindakan ini cenderung konstruktif dan mendidik anak cinta lingkungan serta lebih menghargai aturan yang sudah disepakati bersama ketika anak bersedia masuk di sekolah tersebut.
“Yang terpenting untuk menanggulangi munculnya praktik bullying di sekolah adalah ketegasan sekolah dalam menerapkan peraturan dan sanksi kepada segenap warga sekolah, termasuk didalamnya guru, karyawan, dan siswa itu sendiri…. tidak ada lagi siswa yang melakukan tindakan kekerasan terhadap temannya, sebab kalau terbukti melanggar berarti siap menerima sanksi”(Jalaludin, 2009).
Kosim(2009) menyatakan bahwa “orang tua maupun guru hendaknya lebih memprioritaskan imbalan (reward) daripada hukuman (punishment). Hal ini penting mengingat hukuman bisa membuat anak / peserta didik melawan / memberontak, sebaliknya imbalan bisa membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Pemberian reward tidak harus berupa benda, tetapi bisa dilakukan dengan pujian, perhatian, tepukan punggung, dan sebagainya”.
Daftar rujukan
Among A , Wigonggo. 2009. Perlukah kekerasan dalam mendidik ?, (online), (http://klubguru.com, diakses 3 oktober 2009).
Jalaludin. 2009. Menyikapi fenomena kekerasan dalam pendidikan, (online), (http://tribunjaya.co.id, diakses 3 oktober 2009).
Kosim, Muhammad. 2009. Kekerasan dalam pendidikan, (online), (http://www.padangtoday.com, diakses 3 oktober 2009).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar