Selasa, 05 Januari 2010

Kekerasan dalam Pendidikan

KEKERASAN DALAM PENDIDIKAN
Akhir-akhir ini sering kita jumpai berita tentang kekerasan dalam dunia pendidikan baik di televisi maupun di surat kabar yang dilakukan oleh guru terhadap siswanyaataupun kekerasan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa lain. Hal tersebut sangat memprihatinkan karena karena seharusnya di sekolahlah mereka belajar budi pekerti tersebut. Lembaga-lembaga pendidikan seharusnya mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik yang mempunyai multikecerdasan, baik secara intelektual, emosional, maupun spiritual, serta bias membentuk peserta didik untuk bertindak secara rasional, tidak mudah terprovokasi, serta mampu mengendalikan amarah dan cinta kepada sesama. Namun berbagai jenis kekerasan masih kerap terjadi di lembaga pendidikan, sehingga kualitas sumber daya manusia di negeri ini belum bisa berubah kearah yang lebih baik.
“Secara umum, kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak menyenangkan atau merugikan orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Kekerasan tidak hanya berbentuk eksploitasi fisik semata …. Dewasa ini, tindakan kekerasan dalam pendidikan sering dikenal dengan istilah bullying”(Jalaludin,2009).
Penyebab seseorang melakukan kekerasan dipengaruhi oleh banyak faktor.
Kosim(2009) mengatakan bahwa “di sekolah misalnya, kekerasan bisa terjadi secara terstruktur dan mengkultur, atau warisan dari pendidikan yang telah diterima seorang guru dari gurunya pada masa lalu, atau bisa terjadi karena senioritas yang sudah biasa terjadi di sekolah tersebut. Kekerasan ini akan turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya sebagai bentuk pelampiasan dan balas dendam”.
Wigonggo(2009) mengemukakan pendapatnya sebagai berikut.
Kekerasan bisa jadi sangat dipengaruhi oleh teori pendidikan terdahulu yang tergabung dalam teori behavioristik. Belajar menurut psikologi behavioristik adalah suatu kontrol instrument yang berasal dari lingkungan. Belajar tidaknya seseorang tergantung pada faktor-faktor kondisional yang diberikan oleh lingkungan. Lingkungan yang mengondisikan pada kekerasan akan sangat efektif membuat siswa belajar walaupun dalam keadaan terpaksa.

Kosim(2009) menyatakan bahwa tindak kekerasan di sekolah bisa tertanam dalam kepribadian siswa ketika proses belajar mengajar, misalnya kekerasan yang dilakukan oleh guru baik secara fisik maupun melalui kata-kata yang kasar dan menyakitkan, akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian siswa, seperti siswa akan cepat marah dan susah diatur. Demikian pula apabila tindak kekerasan itu dilakukan ketika ayah dan ibu bertengkar dan secara tidak sengaja mengeluarkan kata-kata kasar bahkan melakukan kekerasan fisik. Hal tersebut bisa berpengaruh pada kepribadian anak sehingga anak sulit untuk mendengarkan nasehat serta anak akan berkepribadian keras.
Kekerasan dalam dunia pendidikan bisa diatasi dengan berbagai cara.
Wigonggo(2009) menyatakan pendapatnya sebagai berikut.
Mendidik siswa dengan kekerasan sebaiknya diganti mendidik dengan kesadaran. Anak diajak berpikir bahwa ketika saya membolos, akan ada sanksi. Bukan berupa hukuman fisik melainkan berupa penambahan poin pelanggaran. Apabila jumlah poin pelanggaran sudah memenuhi angka tertentu, siswa akan diberi sanksi mulai dari merawat lingkungan taman sekolah sampai bila perlu diberi sanksi berupa pemberian tugas di rumah dan terakhir sampai pengeluaran siswa dari sekolah. Tindakan ini cenderung konstruktif dan mendidik anak cinta lingkungan serta lebih menghargai aturan yang sudah disepakati bersama ketika anak bersedia masuk di sekolah tersebut.
“Yang terpenting untuk menanggulangi munculnya praktik bullying di sekolah adalah ketegasan sekolah dalam menerapkan peraturan dan sanksi kepada segenap warga sekolah, termasuk didalamnya guru, karyawan, dan siswa itu sendiri…. tidak ada lagi siswa yang melakukan tindakan kekerasan terhadap temannya, sebab kalau terbukti melanggar berarti siap menerima sanksi”(Jalaludin, 2009).
Kosim(2009) menyatakan bahwa “orang tua maupun guru hendaknya lebih memprioritaskan imbalan (reward) daripada hukuman (punishment). Hal ini penting mengingat hukuman bisa membuat anak / peserta didik melawan / memberontak, sebaliknya imbalan bisa membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Pemberian reward tidak harus berupa benda, tetapi bisa dilakukan dengan pujian, perhatian, tepukan punggung, dan sebagainya”.
Daftar rujukan
Among A , Wigonggo. 2009. Perlukah kekerasan dalam mendidik ?, (online), (http://klubguru.com, diakses 3 oktober 2009).
Jalaludin. 2009. Menyikapi fenomena kekerasan dalam pendidikan, (online), (http://tribunjaya.co.id, diakses 3 oktober 2009).
Kosim, Muhammad. 2009. Kekerasan dalam pendidikan, (online), (http://www.padangtoday.com, diakses 3 oktober 2009).

Mencoba Mendalami Fisika


Minggu, 03 Januari 2010

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Setiap bangsa memiliki sistem pendidikan nasional. Sistem pendidikan nasional tiap bangsa didasarkan pada kebudayaannya masing-masing yang sarat dengan nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang melalui sejarah sehingga sistem pendidikan tersebut meliputi seluruh aktivitas kehidupan bangsa.

Sistem pendidikan nasional di Indonesia disusun berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia, Pancasila, dan UUD 1945 sebagai pedoman nilai-nilai kehidupan bangsa Indonesia. Penyusunan sistem pendidikan nasional di Indonesia disesuaikan dengan kebutuhan terhadap pendidikan bangsa Indonesia yang mempunyai ciri khas baik secara geografis, historis, maupun kulturalnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

· Apa yang dimaksud dengan sistem pendidikan nasional?

· Apa saja jalur, jenjang, dan jenis program pendidikan nasional Indonesia?

· Bagaimana kurikulum program pendidikan nasional?

· Apa saja upaya yang dilakukan untuk pembangunan sistem pendidikan nasional?

1.3 TUJUAN PENULISAN MAKALAH

§ Untuk mengetahui pengertian dari sistem pendidikan nasional

§ Untuk mengetahui macam jalur, jenjang, dan jenis program pendidikan nasional di Indonesia

§ Untuk mengetahui kurikulum yang digunakan pada program pendidikan nasional

§ Untuk mengetehui upaya-upaya yang dilakukan untuk membangun sistem pendidikan nasional

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Pendidikan Nasional

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 menyatakan sebagai berikut.

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia yang berdasarkan pada pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional.

Sistem pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta di bawah tanggung jawab Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, serta menteri lainnya seperti pendidikan agama oleh menteri agama, Akabri oleh menteri pertahanan dan keamanan.

2.2 Kelembagaan Pendidikan dan Program Pendidikan

Pendidikan Nasional dilaksanakan melalui lembaga-lembaga pendidikan, baik dalam bentuk sekolah maupun dalam bentuk kelompok belajar.

Berdasarkan UU RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional, kelembagaan pendidikan dapat dilihat dari tiga segi yaitu dari segi jalur pendidikan, jenjang pendidikan, dan program pendidikan.

2.2.1 Kelembagaan Pendidikan Dilihat dari Segi Jalur Pendidikan

Berdasarkan jalur pendidikan, penyelenggaraan sistem pendidikan nasional dapat melalui dua jalur yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.

1. Jalur pendidikan sekolah

Jalur pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan bersinambungan. Sifatnya formal, diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan pemerintah, dan mempunyai keseragaman pola yang besifat nasional.

2. Jalur pendidikan luar sekolah

Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang bersifat kemasyarakatan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak berjenjang dan tidak bersinambungan serta sifatnya tidak formal. Misalnya pendidikan yang diberikan dalam lingkungan keluarga. Pendidikan ini berfungsi untuk menanamkan keyakinan agama, nilai budaya dan moral, serta ketrampilan praktis.

2.2.2 Kelembagaan Pendidikan Dilihat dari Segi Jenjang Pendidikan

UU RI Nomor 2 Tahun 1989 Bab1, Pasal 1 Ayat 5 menyatakan “jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran“.

“Jalur pendidikan sekolah dilaksanakan secara berjenjang. Perjenjangan tersebut ditetapkan dengan mempertimbangkan faktor-faktor sosial, kultural, ekonomi, kebutuhan tenaga kerja, dan waktu. Perjenjangan ini terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai persiapan untuk memasuki pendidikan dasar diselenggarakan kelompok belajar yang disebut pendidikan prasekolah” (UU RI Nomor 2 Tahun 1989 Bab V, Pasal 2).

Pendidikan prasekolah merupakan kelompok sepermainan yang menjembatani anak antara kehidupan dalam keluarga dengan sekolah.

Macam-macam jenjang pendidikan di Indonesia adalah.

1. jenjang pendidikan dasar

“ Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan dasar. Di samping itu juga berfungsi mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah” (Tirtarahardja, Umar. & La Sulo, S.L,2005).

UU RI Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 14 Ayat 1 menyatakan “warga negara yang berumur 6 tahun berhak mengikuti pendidikan dasar”.

UU RI Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 14 Ayat 2 menyatakan “warga negara yang berumur 7 tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara sampai tamat”.

2. jenjang pendidikan menengah

“Pendidikan menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan dasar dan dalam hubungan ke atas mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja” (Tirtarahardja, Umar. & La Sulo, S.L,2005).

Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan, pendidikan menengah luar biasa, pendidikan menengah kedinasan, dan pendidikan menengah keagamaan.

Hartoto (2008) menyatakan sebagai berikut.

Pendidikan menengah dilaksanakan pada masa program belajar 3-4 tahun. Mengenai peraturan pembagian jurusan pada jenjang sekolah ini terdapat dua pandangan. Pandangan pertama, mempertahankan jurusan pada jenjang sekolah menengah pada dua tahun terakhir tidak terlalu ketat sehingga siswa dari jurusan yang satu dapat pindah ke jurusan lain dengan menambah mata pelajaran yang diperlukan. Hal ini dapat diatur dengan mata pelajaran utama (inti) dan mata pelajaran pilihan. Pandangan kedua, meniadakan pembagian jurusan pada jenjang sekolah menengah mengingat sekolah menengah sebagai persiapan untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi/akademik harus memberikan bekal yang sama. Pemilihan jurusan akan ditentukan pada tingkat pertama di perguruan tinggi. Sekolah menengah kejuruan juga merupakan jenjang dengan masa program belajar selama 4 tahun serta diadakan berdasarkan cabang–cabang kejuruan dan kesenian. Cabang– cabang kejuruan tersebut berbentuk sekolah menengah kejuruan seperti elektor, mesin, perkayuan, pertanian, perikanan, kerumahtanggan, perdagangan, farmasi, kimia, industri, tari, musik, dan seni rupa. Penentuan cabang – cabang kejuruan, baik mengenai jumlah maupun penyebarannya didasarkan atas tuntutan perkembangan dan pembangunan masyarakat.

3. jenjang pendidikan tinggi

“Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian” (Tirtarahardja, Umar. & La Sulo, S.L,2005).

Hartoto (2008) menyatakanpendapatnya sebagai berikut.

Pendidikan tinggi dengan tujuan yang bersifat majemuk dan lulusannya diharapkan dapat memenuhi keperluan masyarakat yang beraneka ragam serta berdasarkan kenyataan bahwa minat dan kemampuan mahasiswa yang berbeda–beda, maka perguruan tinggi disusun dalam struktur multi-strata. Pada umumnya setiap perguruan tinggi dapat menyelenggarakan satu strata atau lebih misalnya : strata satu (S1) untuk sarjana, strata dua (S2) untuk pasca sarjana dan strata tiga (S3) untuk doktor. Setiap strata dalam struktur ini mempunyai dua jalur yaitu jalur gelar dan jalur diploma. Jalur gelar memberikan tekanan pada aspek–aspek akademik atau aspek–aspek akademik profesional, sedangkan jalur diploma atau non gelar memberikan tekanan pada aspek–aspek praktis profesional.
Program pasca sarjana yang merupakan program pelengkap dan bersifat terminal merupakan jenjang dengan masa belajar 2–4 tahun, sedangkan program doktor merupakan jenjang dengan masa belajar 4–7 tahun apabila ditempuh langsung sesudah seseorang menyelesaikan program sarjana. Dalam rangka memelihara keseimbangan antara kualitas dan bebas studi antar–jenis dan jenjang program di berbagai lembaga pendidikan tinggi dan untuk memudahkan perpindahan antar perguruan tinggi dan antar program dalam perguruan tinggi yang sama, maka perlu diatur masalah akreditasi lembaga dan standardisasi minimum kurikulum inti di mana diperlukan. Perlu ditetapkan syarat minimum untuk menyelesaikan suatu strata dalam bentuk satuan kredit semester (sks) dan perkiraan lamanya belajar untuk setiap jenjang.

2.2.3 Kelembagaan Pendidikan Dilihat dari Segi Program Pendidikan

Program pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah adalah.

1. pendidikan umum

“Pendidikan umum adalah pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan. Pendidikan umum berfungsi sebagai acuan umum bagi jenis pendidikan lainnya” (Tirtarahardja, Umar. & La Sulo, S.L,2005).

Pendidikan umum meliputi: SD, SMP, SMA, Universitas.

2. pendidikan kejuruan

“Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang pekerjaan tertentu” (Tirtarahardja, Umar. & La Sulo, S.L,2005).

Pendidikan kejuruan meliputi: STM, SMTK, SMIP, SMEA.

3. pendidikan luar biasa

“Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental” (Tirtarahardja, Umar. & La Sulo, S.L,2005).

Pendidikan luar biasa meliputi: SDLB, SGPLB.

4. pendidikan kedinasan

“Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai atau calon pegawai suatu departemen pemerintah atau lembaga nondepartemen” (Tirtarahardja, Umar. & La Sulo, S.L,2005).

Pendidikan kedinasan meliputi: SPK, APDN.

5. pendidikan keagamaan

“Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan khusus yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat melaksanakan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran-ajaran agama” (Tirtarahardja, Umar. & La Sulo, S.L,2005).

Pendidikan agama meliputi: MI, MTS, PGAN, IAIN, dan IHD.

2.3 Kurikulum Program Pendidikan

“Istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman Yunani Kuno. Curir berarti pelari dan curere artinya tempat berpacu’. Kurikulum kemudian diartikan jarak yang harus ditempuholeh pelari”(Nana Sujana,1989:4).

“Kurikulum merupakan seperangkat minimal program belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan, baik pendidikan umum, khusus maupun pendidikan kemasyarakatan. Kurikulum sebagai perangkat dan upaya pelaksanaan pendidikan nasional hendaknya di susun sesuai dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan lembaga sesuai dengan jenis dan jenjangnya serta kaitanya satu sama lain” (Hartoto, 2008).

UU RI Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 38 Ayat 1 menyatakan “pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam suatu satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas suatu pendidikan yang bersangkutan“.

2.3.1 Kurikulum Nasional

“Kurikulum nasional adalah kurikulum yang mengandung ciri-ciri sebagai berikut:

§ Diberlakukan sama pada setiap macam satuan pendidikan di seluruh Indonesia

§ Ditetapkan oleh pemerintah

§ Tujuannya untuk menggalang kesatuan nasional dan pengendalian mutu pendidikan secara nasional”(Hartoto,2008)

Tujuan pendidikan nasional dinyatakan dalam UU RI Nomor 2 Tahun 1989 Pasal 3, yaitu.

a. Terwujudnya bangsa yang cerdas.

b. Manusia yang utuh, beriman, dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

c. Berbudi pekerti luhur.

d. Terampil dan berpengalaman.

e. Sehat jasmani dan rohani.

f. Berkepribadian yang mantab dan mandiri.

g. Bertanggung jawab pada kemasyarakatan dan kebangsaan.

Kurikulum menjembatani tujuan tersebut dengan praktek pengalaman belajar riil di lapangan/sekolah.

Harry simbolon(2007) menyatakan pendapatnya sebagai berikut.

Kurikulum terinci atas lima tingkatan yaitu.

a.Tujuan institusional, menggambarkan berbagai kemampuan yang harus dikuasai oleh peserta didik dari suatu satuan pendidikan.

b.Kerangka materi yang memberikan gambaran tentang bidang-bidang pelajaran yang perlu dipelajari peserta didik untuk menguasai serangkaian kemampuan yang disebut struktur program kurikulum.

c.Garis besar materi dari suatu bidang pelajaran yang telah dipilih, biasa disebut GBPP atau silabi.

d.Panduan buku-buku pelajaran yang disusun untuk menunjang terjadinya proses pembelajaran.

e.Bentuk dan jenis kegiatan pembelajaran yang dialami oleh peserta didik yaitu strategi belajar mengajar.

2.3.2 Kurikulum Muatan Lokal

“Kurikulum muatan lokal adalah kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan dimana lembaga pendidikan (SD, SLTP, SMU dan SMK) didirikan dan ciri khas lembaga tersebut dengan tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional dan tidak menyimpang dari tujuan pendidikan nasional. Lembaga pendidikan yang bersangkutan (negeri maupun swasta) dapat menjabarkan dan menambah bahan kajian mata pelajaran (bidang studi) sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat” (Tirtarahardja, Umar. & La Sulo, S.L,2005).

Hartoto( 2008) menyatakan pendapatnya sebagai berikut.

Secara umum tujuan kurikulum muatan lokal adalah mempersiapkan siswa agar mereka memiliki sikap dan perilaku yang bersedia untuk melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, kualitas sosial dan kebudayaan yang terdapat di daerahnya. Sedangkan secara khusus tujuan kurikulum muatan lokal adalah bahan pelajaran lebih mudah diserap siswa, sumber belajar setempat dapat dimanfaatkan, siswa lebih mengenal kondisi alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya dan pola kehidupan serta kebutuhan pembangunan daerah, siswa dapat meningkatkan pengetahuan mengenai daerahnya

Materi program kurikulum muatan lokal adalah perpaduan antara kurikulum nasional dengan unsur–unsur daerah.

2.4 Upaya Pembangunan Sistem Pendidikan

Pada zaman sekarang ini masyarakat selalu mengalami kemajuan dengan timbulnya kebutuhan-kebutuhan baru. Untuk menghadapi tantangan tersebut pendidikan berupaya melakukan pembaruan dengan jalan menyempurnakan sistemnya.

Pembaruan yang terjadi meliputi landasan yuridis, kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan, dan tenaga kependidikan”(Tirtarahardja, Umar. & La Sulo, S.L,2005).

2.4.1 Pembaruan landasan yuridis

Sejak kemerdekaan sampai menjelang memasuki PJPT II, pembaruan landasan yang cukup penting terjadi. Baru di dalam Pelita V , yaitu dengan lahirnya UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Landasan yuridis ini dilengkapi dengan sejumlah Peraturan Pemerintah.

2.4.2 Pembaruan kurikulum

Ada dua faktor pengendali yang menentukan arah pembaruan kurikulum yaitu yang sifatnya mempertahankan dan yang sifatnya mengubah. Termasuk yang mempertahankan adalah landasan filosofis, yaitu falsafah bangsa Indonesia (Pancasila dan UUD 1945) dan landasan historis (mencakup unsur-unsur yang dari dahulu hingga sekarang menguasai hajat hidup orang banyak). Termasuk yang mengubah adalah landasan sosial (berupa kekuatan-kekuatan sosial di masyarakat) dan landasan psikologis (cara peserta di dalam belajar).

Kurikulum 1975/1976 lahir sebagai penyempurnaan dari kurikulum 1968 yang belum jelas orientasinya menjadi terorientasi pada hasil, sehingga perumusan tujuan pendidikan menjadi jelas. Tetapi selama hampir 10 tahun hasil pendidikan tidak seperti yang diharapkan. Untuk memperbaiki keadaan itu dilakukan upaya pembaruan dengan kurikulum 1984. Terlepas dari segala kekurangannya, kurikulum 1984 memberikan arah baru pada pelaksanaan pendidikan. Kelebihan yang dimiliki kurikulum 1984 adalah.

1. Bersifat komprehensif. Tampak dari pelaksanaan ekstrakurikuler yang mulaim diberikan disamping yang kurikuler.

2. Adanya strategi desentralisasi disamping yang sentralisasi. Tampak pada adanya muatan lokal disamping kurikulum nasional.

3. Disediakannya program yang bervariasi yang memberikan peluang pembekalan bagi peserta didik yang ingin melanjutkan belajar ke pendidikan tinggi dan yang ingin segera ke lapangan kerja dengan berbagai variasinya.

4. Adanya penekanan pada keterampilan proses dengan menggunakan pendekatan CBSA dan peranan evaluasi formatif dalam proses pembelajaran

5. Adanya upaya perampingan kurikulum yang memungkinkan pemilihan dan penyajian materi pembelajaran yang esensial

2.4.3 Pembaruan pola masa studi

Pembaruan pola masa studi termasuk pendidikan yang meliputi pembaruan jenjang dan jenis pendidikan serta lama waktu belajar pada suatu satuan pendidikan. Perubahan pola masa studi sebagai pertanda adanya pembaruan pendidikan berupa penambahan ataupun pengurangan. Perubahan pola tersebut dilakukan untuk tujuan dan alasan tertentu. Misalnya pendidikan sarjana yang masa studi awalnya harus ditempuh 5 tahun ( 3 tahun sarjana muda ditambah 2 tahun sarjana lengkap ) diperpendek menjadi 4 tahun disebut program S1.

2.4.4 Pembaruan tenaga kependidikan

Pembaruan tenaga kependidikan dipandang penting karena pembaruan pada komponen-komponen lain tanpa ditunjang oleh tenaga-tenaga pelaksana yang kompeten tidak akan ada artinya. Berdasarkan aneka ragam tugas yang dinyatakan dalam pasal 27 ayat 1 tersebut, maka diperlukan tenaga kerja lain di samping guru, meskipun guru sendiri mengalami perubahan peran dari peran tunggal ke multiperan. Tenaga lain yang dimaksud adalah pustakawan, laboran, konselor, teknisi sumber belajar, dan lain-lain. Keberadaan tenaga kerja yang bermacam-macam ini mempunyai landasan yuridis yaitu UU RI No.2 Tahun1989 BabVII Pasal 27 Ayat 2 yang dijabarkan lebih rinci dalam PP RI No.38 Tahun 1992 tentang tenaga kependidikan.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

· Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional.

· Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional dapat melalui dua jalur yaitu jalur pendidikan sekolah yang merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan bersinambungan dan jalur pendidikan luar sekolah yang merupakan pendidikan yang bersifat kemasyarakatan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak berjenjang dan tidak bersinambungan. Macam-macam jenjang pendidikan adalah:

a. Jenjang pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan dasar. Di samping itu juga berfungsi mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.

b. Jenjang pendidikan menengah berfungsi sebagai lanjutan dan perluasan pendidikan dasar serta dalam hubungan ke atas berfungsi mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan kerja.

c. Jenjang pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang berfungsi untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi,dan kesenian.

Program pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah adalah.

a. Pendidikan umum. Pendidikan ini lebih mengutamakan perluasan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan.

b. Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang pekerjaan tertentu

c. Pendidikan luar biasa. Pendidikan ini merupakan pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental.

d. Pendidikan kedinasan adalah pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai atau calon pegawai suatu departemen pemerintah atau lembaga nondepartemen.

e. Pendidikan keagamaan adalah pendidikan khusus yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat melaksanakan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran-ajaran agama.

· Pelaksanaan kegiatan pendidikan dalam suatu satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan ciri khas suatu pendidikan yang bersangkutan ( kurikulum muatan local )

a. Kurikulum nasional adalah kurikulum yang mengandung ciri-ciri sebagai berikut:

§ Diberlakukan sama pada setiap macam satuan pendidikan di seluruh Indonesia

§ Ditetapkan oleh pemerintah

§ Tujuannya untuk menggalang kesatuan nasional dan pengendalian mutu pendidikan secara nasional

b. Kurikulum muatan lokal adalah kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan dimana lembaga pendidikan (SD, SLTP, SMU dan SMK) didirikan dan ciri khas lembaga tersebut, dengan tidak mengurangi kurikulum yang berlaku secara nasional dan tidak menyimpang dari tujuan pendidikan nasional. Lembaga pendidikan yang bersangkutan (negeri maupun swasta) dapat menjabarkan dan menambah bahan kajian mata pelajaran (bidang studi) sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Materi program kurikulum muatan lokal adalah perpaduan antara kurikulum nasional dengan unsur–unsur daerah.

· Pada zaman sekarang ini masyarakat selalu mengalami kemajuan dengan timbulnya kebutuhan-kebutuhan baru. Untuk menghadapi tantangan tersebut pendidikan berupaya melakukan pembaruan dengan jalan menyempurnakan sistemnya. Pembaruan yang terjadi meliputi landasan yuridis, kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan, dan tenaga kependidikan.

3.2 SARAN.

Seiring dengan perkembangan zaman, pemerintah perlu membuat kurikulum baru yang lebih memberikan peluang lebih besar dan lebih baik dalam memberikan kesempatan mengikuti pendidikan bagi rakyat, memberikan penanaman dasar yang lebih baik pada seluruh warga negara untuk terjun ke lapangan kerja atau untuk melanjutkan belajar ke pendidikan yang lebih tinggi guna mempersiapkan warga negara sebagai sumber daya manusia bagi pembangunan di masa depan, dan sumber daya manusia yang bisa bersaing dengan sumber daya manusia asing.

DAFTAR RUJUKAN

Tirtarahardja, Umar & La Sulo, S.L. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta.

Sudjana, Nana.1980. Pendidikan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung: Sinar Baru.

Hartoto. 2008. Sistem Pendidikan Nasional, (online), (http://qym7882.blogspot.com, diakses 6 November 2009).

Simbolon, Harry. 2007. Menggugat Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, (online), (http://harrysimbolon.wordpress.com, diakses 6 November 2009).